Searching...
18.3.23
18.3.23

MAKNA FILOSOFIS LAKON WAHYU MAKUTHARAMA

 

Wayang kulit merupakan salah satu budaya yang memiliki nilai seni, estetika, serta penuh dengan nilai filosofis yang tinggi. Bahkan orang yang menonton pertunjukan wayang kulit dengan seksama akan dapat merefleksikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya secara langsung sebagai sebuah penghayatan estetis. Salah satu lakon yang cukup terkenal dalam cerita pewayangan adalah Wahyu Makutharama.
Wahyu Makutharama sendiri merujuk pada wahyu Ilahiah yang diturunkan bagi para pemimpin yang sedang berada di tengah berbagai permasalahan maupun problem. Wahyu ini turun dan menjadi petunjuk, pedoman, sekaligus ajaran yang menuntun seorang pemimpin dalam merumuskan langkah yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.  Makutharama adalah wejangan Begawan Kesawasidhi (Kresna) kepada Arjuna. Dalam lakon Wahyu Makutharama penerima wahyu adalah seorang Ksatria Arjuna, bukan Puntadewa yang statusnya sebagai raja. Arjuna merupakan sebagai simbolisasi bahwa meski tidak memegang kekuasaan negara, namun pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya. Maka dengan keteguhan hatinya, Arjuna berhasil melewati konflik sehingga sampai di hadapan Begawan Kesawasidi. Bagawan Kesawasidi tahu bahwa Arjunalah yang pantas ditempati Wahyu Makutharama.  Bagawan Kesawasidi pun menjelaskan bahwa dirinya memang mendapat wangsit agar menurunkan Wahyu Makutarama kepada Raden Arjuna.
Wahyu Makutharama sesungguhnya merupakan pelajaran ilmu kepemimpinan bernama Astabrata, yang dulu pernah diajarkan Prabu Sri Rama saat melantik Prabu Wibisana menjadi raja Singgelapura. Asta artinya “delapan”, sedangkan brata artinya “tindakan”. Oleh karena itu Wahyu Makutharama sesungguhnya merupakan delapan pedoman kepemimpinan yang bersumber pada sifat dan watak delapan unsur alam, yaitu: matahari, bulan, bintang, mendung, bumi, samudera, api, dan angin. 
Masing-masing sifat dan watak dari delapan unsur alam tersebut secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut: 
1. Matahari memiliki sifat menerangi jagad raya dan menghidupi seluruh makhluk hidup. Begitu juga seorang pemimpin, harus bisa menjadi sumber penerang bagi negara dan rakyatnya. 
2. Bulan memiliki sifat memberi penerangan di malam hari dan juga memiliki kilau cahaya yang melindungi dan tanpa menyilaukan. Pemimpin yang bertanggung jawab kepada rakyatnya hendaknya dapat memberikan penerang dan penenang bahkan di masa kelam sekalipun. 
3. Bintang memiliki sifat penghias angkasa di malam gulita sehingga cakrawala semakin indah dipandang mata, bahkan menjadi acuan musim, sekaligus arah mata angin. Maka seorang pemimpin hendaknya dapat  menjadi motor dan transformator dalam membangun budaya dan peradaban wilayah/negaranya sehingga menjadi rujukan dan kiblat bagi warganya maupun negara tetangga. 
4. Mendung memiliki sifat yang menakutkan bagi setiap orang yang melihat. Namun apabila sudah tiba waktunya, mendung akan menurunkan hujan yang menjadi penumbuh kehidupan. Pemimpin hendaknya juga memiliki kewibawaan dan disegani, namun mampu melindungi, mengayomi, bahkan senantiasa membawa keberkahan bagi rakyatnya. 
5. Bumi merupakan lambang sifat yang kukuh dan suci. Begitu pula dengan orang yang mendapat amanah sebagai pemimpin, dia harus konsisten berbuat baik, jangan pamrih, dan jangan mudah mempercayai orang yang mengadu, kokoh berdiri dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. 
6. Samudera memiliki sifat luas dan kedalaman, samudera juga bersedia menampung apapun. Makna ajaran yang terkandung bahwa pemimpin itu harus
luas pengetahuannya, dalam pemahamannya, tinggi kebijakkannya, memiliki kesabaran yang selaras dengan ketegasannya, tidak mudah tersinggung oleh caci maki serta tidak mudah terlena oleh pujian. 
7. Api memiliki watak dapat membakar semua yang ada, namun dia juga memiliki manfaat yang luar biasa. Begitu juga dengan pemimpin, dia harus berani menjatuhkan hukuman kepada para bawahan dan rakyatnya yang memang terbukti bersalah dengan tanpa pandang bulu. 
8. Angin bersifat halus dan menyentuh semua tempat. Begitu juga dengan pemimpin, dia harus memiliki kemampuan menyisir dan mengetahui permasalahan yang dihadapi rakyatnya maupun negaranya. Sehingga pemimpin yang memiliki sifat angin dia tidak hanya duduk di atas singgasana saja, namun akan rela turun langsung membaur menyatu dengan rakyat dan berjuang demi kenyamanan dan kesejahteraan rakyatnya. 

Nilai-nilai ajaran tersebut jika difahami dan diamalkan maka akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah, adil, dan bertanggungjawab, karena memang sadar bahwa setiap individu hakikatnya adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawabannya. Bahkan tidak hanya kapasitas sebagai pemimpin saja namun juga sadar akan kedudukannya sebagai manusia, karena itu sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama manusia juga alam sekitarnya.


 
Back to top!